7upasia.net

berita7up.com – Riyad Mahrez menjadi idola baru di Liga Premier Inggris musim ini. Duetnya dengan Jamie Vardy mendadak membuat striker sekaliber Wayne Rooney,Sergio Aguero hingga Diego Costa tenggelam.

Pada laga terakhir keduanya menjadi momok bagi juara bertahan, Chelsea. Sumbangan masing-masing satu gol dari Vardy dan Mahrez membuat Leicester kokoh di puncak klasemen.

Lalu bagaimana perjalanan Mahrez hingga menjadi tenar seperti sekarang? Apakah semuanya berjalan dengan lancar?

Dukungan besar sang Ayah
Tahun 2006 menjadi tahun berat bagi Mahrez yang saat itu masih berusia 15 tahun. Dia ditinggalkan Ayahnya yang tutup usia karena penyakit jantung.

Kepergian sang Ayah membuat perjalanan hidup Mahrez berubah. Dia memutuskan untuk serius bermain bola meneruskan cita-cita Ayahnya.

“Dia selalu ingin saya menjadi pesepak bola. Setiap pertandingan, Ayah selalu ada melihat permainan saya,” kata Mahrez.

“Kepergian Ayah merupakan awal semuanya. Saya ingin memberikan sesuatu yang lebih untuknya.”

Ia juga dikenal sebagai pesepak bola yang rajin beribadah. Dia selalu sholat lima waktu dan sering datang ke masjid.

Sangat Cinta Sepak Bola
Mahrez tidak pernah mau pisah dengan si kulit bundar. Ia selalu menjadi pemain yang paling awal tiba dan pulang terakhir berlatih, bahkan ketika masih menimba ilmu di klub kota kelahirannya, Sarcelles.

“Mahrez tak pernah berhenti bermain bola. Dia kerap pulang telat karena bertahan di pusat kebugaran klub. Bahkan pernah suatu kali ia bermain bersama Le Havre pada Jumat malam, dan ia kembali ke Sarcelles esok harinya untuk bermain bola bersama teman-temannya,” kata mantan manajernya, Guy Ngongolo.

Bakatnya Membuat Banyak Klub Besar Tertarik
Kelihaian Mahrez bersama Sarcelles ternyata terdengar hingga Brittany. Klub kasta keempat Prancis, Quimper memutuskan merekrutnya.

“Mahrez menangis ketika saya memberitahu klub tidak mampu membayar kontraknya. Melihat itu saya tersentuh dan meyakinkan manajemen agar menaikkan tawarannya,” kata pelatih Quimper, Ronan Salaun.

Hanya butuh setahun bagi Mahrez bersinar di Quimper. Tawaran dari PSG dan Marseille pun datang, menariknya ia lebih memilih klub Ligue 2, Le Havre yang hanya membayarnya dengan harga 450 ribu euro atau 6,9 miliar.

Bersama Le Havre, pemain asal Aljazair itu mencetak 10 gol dari 67 laga di semua kompetisi. Prestasi yang cukup untuk membawanya ke Inggris.

Cuek dengan Saran Banyak Orang
Leicester City menjadi klub yang beruntung mendapatkan tanda tangannya pada Januari 2014 lalu. Ia dikontrak selama 3,5 tahun meski belum punya pengalaman di Negeri Ratu Elizabeth.

Kepergiannya ke Inggris sempat menuai pro-kontra. Banyak yang menyarankannya pindah ke Spanyol karena tidak butuh banyak kontak fisik seperti di Inggris.

“Saya berbicara dengan agen dan keluarga saya dan akhirnya memutuskan pindah ke Inggris. Sejak latihan pertama dan menjalani debut saya langsung berpikir ‘bodoh sekali jika saya menolak kesini”.

 

Leicester Rumah Kedua Baginya
Pilihan Mahrez pindah ke Leicester ternyata tepat. Selama tiga musim ia sudah mencetak 19 gol dari 68 laga. Termasuk 11 gol yang ia ciptakan musim ini di Liga Inggris.

Di Leicester, Mahrez juga menemukan pujaan hati yang dinikahinya musim panas lalu. Ia pun membantah bakal pergi dari The Foxes dalam waktu dekat. Apalagi prestasi klub yang sementara ini menjadi pemuncak klasemen.

“Saya seorang pemain Leicester dan bahagia di sini. Jadi kenapa harus pindah?” ujar Mahrez.

 


Source: 7upAsia