Asosiasi pamain sepak bola dunia (FIFPro) merilis temuan sebuah survei tentang kondisi kerja 14.000 pemain sepak bola profesional. Suvei dilakukan di seluruh dunia, kecuali di Inggris, Jerman, dan Spanyol.
Berikut hasil survei itu, dikutip dari kantor berita Reuters:
– Hanya 40,3 persen pemain yang berpenghasilan sekitar 2.000 dolar AS (Rp27 juta) per bulan. Sisanya, 14,5 persen bergaji antara 1.000-2.000 dolar AS (Rp13,5-27 juta), 24,6 persen berpenghasilan antara 300-1.000 dolar AS (Rp405 ribu-13,5 juta), dan 20,6 persen berpenghasilan 300 dolar AS (Rp405 ribu) ke bawah. Selain itu, kurang dari dua persen lainnya berpenghasilan sekitar 720.000 dolar AS per tahun (Rp9,7 miliar).
– 41 persen mengaku pernah terlambat dibayar dalam dua tahun terakhir. Beberapa lainnya harus menunggu sampai setahun untuk dibayarkan gajinya.
– Rata-rata masa kontrak pemain adalah 22 dan 23 bulan. Kontrak dengan durasi lebih pendek diberikan kepada para pemain berbayaran rendah. Para pemain berbayaran rendah terus menghadapi tekanan akan masa depannya.
– Dari pemain yang harus pindah klub, 29 persen mengaku pindah klub atas keinginan sendiri, terutama karena gaji rendah, karir yang tidak jelas, kontrak jangka pendek, dan kemungkinan menjadi korban manipulasi kontrak.
– Di Serbia, 82 persen pemain yang pindah klub karena dorongan agen atau pihak ketiga lainnya.
– Delapan persen dari para pemain mengaku tidak punya kontrak tertulis dengan klub mereka. Di Afrika angkanya sampai 15 persen.
– Di beberapa negara, pesepakbola diperlakukan sebagai wiraswastawan sehingga tidak mendapatkan perlindungan perusahaan. Di Kroasia dan Cek, sekitar 90 persen pemain dianggap wiraswastawan atau hanya diikat oleh kontrak hukum perdata ketimbang kontrak bisnis.
– Sekitar 10 persen pemain mengaku menjadi korban kekerasan fisik, bukan termasuk di dalam lapangan, dan 16 persen mengaku menerima ancaman kekerasan. 15 persen mengaku menjadi korban “bully”, sedangkan 7,5 persen menghadapi diskriminasi etnis, seksualitas atau agama.
– Kasus kekerasan itu sekitar 50 persen berkaitan dengan pendukung sepak bola, 27 persen pemain karena kekerasan langsung pendukung, sedangkan 23 persen pemain berkaitan dengan kekerasan oleh manajemen klub atau staf pelatih.
Source: Berit7