berita7up.com – Leicester ada diambang pencatatan sejarah, dengan merebut titel Premier League musim ini. Namun, mereka ternyata pernah berada dalam posisi yang sama, pada 1963 atau 43 tahun silam, ketika Divisi Satu masih menjadi kasta tertinggi sepakbola Inggris.
Dilansir dari the Sun pada Sabtu, 2 April 2016, ketika itu terjadi musim dingin terburuk yang pernah melanda Inggris, dalam periode 200 tahun. Leicester mengambil keuntungan dari buruknya performa klub-klub lain, dan mendapatkan julukan Raja Es.
“Musim dingin yang sulit dipercaya, selalu bersalju,” kata mantan bek tengah Leicester, Frank McLinstock. Leicester berhasil menjaga kondisi lapangan mereka di Filbert Street, untuk tidak membeku pada suhu minus 20 derajat Celcius.
Leicester bisa memainkan sebagian besar pertandingan kandang, saat banyak stadion lain harus ditutup. “Kami berhasil memainkan hampir semua pertandingan kandang, dan tanpa diduga kami bisa ada di atas dekat puncak klasemen,” kata McLinstock.
Hasil imbang 1-1 melawan Blackpool, membuat the Foxes akhirnya ada di puncak untuk pertama kalinya, unggul satu poin dari Tottenham Hotspur. Situasinya menjadi tampak hampir serupa sekarang, di mana Tottenham ada di posisi dua dengan selisih lima poin dari Leicester.
Gordon Banks, kiper Leicester ketika itu, mengatakan tim-tim lain kesulitan menghadapi gaya permainan cepat, dan langsung seperti yang dimainkan skuad Claudio Ranieri saat ini. “Leicester sekarang, bermain hampir seperti kami dulu.”
“Beberapa pemain akan maju secepat mungkin , untuk mendapatkan peluang mencetak gol,” kata Banks. Tapi, seiring dengan berakhirnya musim dingin, dan matahari mencairkan salju, giliran Leicester yang membeku. Mereka kembali terpuruk jelang akhir musim.
Kekalahan dari West Ham dan hasil imbang melawan Wolves, membuat posisi mereka tergeser oleh Everton. Leicester kemudian kalah dalam empat pertandingan, melawan West Bromwich Albion, Bolton Wanderers, Aston Villa dan Birmingham.
Source: 7upAsia