berita7up.com – Tim Transisi menyebut mereka tidak memiliki kekuatan dan wewenang yang cukup untuk menjalankan tugas-tugas yang diserahkan ke mereka. Demi tetap mewujudkan reformasi tata kelola sepakbola, Tim Transisi meminta pemerintah yang bertindak tegas.
Tim Transisi dibentuk tak lama setelah Kemenpora mengeluarkan keputusan pembekuan PSSI, yang akan genap berusia satu tahun di 17 April mendatang. Diisi oleh sosok-sosok yang dikenal bersih dan visioner, Tim Transisi diberi empat tugas utama yakni (1) menggantikan peran PSSI yang telah dibekukan, (2) memastikan pengiriman tim nasional Indonesia berjalan di sejumlah event, (3) memastikan kompetisi berjalan, dan (4) memfasilitasi pembentukan PSSI baru melalui mekanisme FIFA.
Dalam perjalanannya, Tim Transisi perlahan seperti menghilang. Memang mereka pernah menginisiasi Turnamen Piala Kemerdekaan, namun setelah itu seperti tidak ada kerja nyata. Kecuali soal pemberian rekomedasi untuk turnamen-turnamen yang kemudian bermunculan, tak banyak pemberitaan soal aktivitas mereka.
Anggota Tim Transisi, Cheppy Wartono, membantah kalau timnya disebutkan pasif. Meski tanpa publikasi mereka sudah menyiapkan cetak biru sepakbola nasional.
Cheppy kemudian menyebut kalau Tim Transisi memang tidak punya kewenangan untuk mengeksekusi konsep-konsep yang mereka buat sendiri. Masalah lainnya, Tim Transisi juga tak kuat menghadapi kelompok-kelompok yang menguasai sepakbola Indonesia kini. Inilah yang membuat mereka seakan tak berdaya.
“Yang jelas kami sudah menyiapkan berbagai hal untuk blue print sepakbola nasional. Terus bagaimana penataannnya, kemudian titik-titik persoalannya, kemudian langkah-langkah apa yang harus diambil. Karena di dalam menghadapi kelompok-kelompok yang menguasai sepakbola ini harus ada ketegasan dari pemerintah. Kami hanya pelaksana saja, kami ditugaskan, kami sudah siapkan dan kami sudah susun semuanya, tapi kami bukan eksekutor. Yang sudah (dikonsepkan) kami serahkan kepada Menpora untuk ditindaklanjuti. Untuk kemudian sampai pada rencana kompetisi harus seperti apa, dimulai seperti apa,” papar Cheppy dalam perbincangan dengan detikport.
Lebih lanjut Cheppy mengatakan kalau upaya menjalankan empat tugas yang diberikan Kemenpora sangat sulit dilakukan. Tim Transisi disebutnya tak punya wewenang untuk mengambil langkah-langkah strategis. Bukan sekadar wewenang, dana pun mereka sangat terbatas.
“Tetapi persoalannya itu kan ada di kebijakan ya. Kami menghadapi kesulitan karena posisi tim transisi yang …kita ini disuruh perang, tapi tidak dikasih bambu runcing. Boro-boro peluru, senjatanya saja tidak ada. Padahal yang kami hadapi sangat apa…ya, perlahan-lahan memang kami sudah diakui eksistensinya.”
“Ya, power yang diberikan kepada kami tidak seperti namanya (Tim Transisi). Harusnyakan keleluasaanpower. Ya kami tidak punya kekuatan itu, sehingga yang kami lakukan sebatas menganalisa, mengevaluasi, menyusun rencana jangka panjang seperti apa, kemudian pelaksanaannya, harus siapa yang melaksanakannya, darimana dimulainya. Seperti itu,” terangnya lagi.
Dengan kondisi yang seperti itu, Tim Transisi mengembalikan bola ke tangan pemerintah. Pemerintahlah yang kini harus bersikap tegas menuntaskan masalah sepakbola nasional.
“Saya melihat memang ada ketegasan yang harus diambil pemerintah. Ketika diberi kekuasaan kepada tim transisi, kekuasaan ini yang harus full diberikan kepada kita. Cuma faktanya kan memang, contoh sederhana saja, kita kan tidak punya budget. Kita mau menyusun apapun semua dari kocek sendiri.”
“Kami sudah berikan solusinya kepada Pak Menpora, tapi kemudian harus menunggu komunikasi dengan Istana dulu. Ketika kami mau jalan, seperti menggerakan KLB kita maupakai apa? Kita saja amunisi tidak dikasih. Ya, ini faktanya seperti itu. Persoalannya bukan berapa lamanya (waktu yang dibutuhkan untik memperbaiki kondisi). Persoalannya seberapa besar kekuatan itu diberikan kepada Tim Transisi. Kalau kami dikasih amunisi, kekuasaan, kami ambil sikap yang tegas dari awal, sudah selesai setahun kemarin,” cetusnya.
Source: 7upAsia