Taktik Formasi Ganda Juventus Berhasil Kalahkan Real Madrid

www.bola7up.com – Euforia melanda Juventus selepas sukses memastikan gelar scudetto Serie A Italia ke-31, akhir pekan lalu. Namun pesta harus segera diakhiri, karena Rabu (6/5) dini hari nanti WIB, Si Nyonya Tua sudah dinanti tantangan lebih besar di Liga Champions, dengan menghadapi Real Madrid.

Pada leg pertama fase semi-final ini, Juve sedikit diuntungkan dengan bermain terlebih dahulu di markas sendiri, Juventus Stadium. Namun fakta itu tetap tak bisa membantah bahwa mereka adalah tim kuda hitam. El Real tetap dinilai superior, menilik komposisi pemain dan statusnya sebagai juara bertahan turnamen.

Fakta tersebut tak lantas membuat Juve gentar, karena mereka memiliki senjata lain dalam otak brilian sang pelatih, Massimiliano AllgeriI Bianconeri musim ini lebih sulit ditebak dibanding periode sebelumnya, lantaran memiliki dua formasi berbeda yang tentu mempunyai rasa kontras.

Lawan jadi dibuatnya menebak-nebak dan tak jarang malah terjebak dalam perangkap La Vecchia Signora. Mampukah skema ganda Juve ini berjalan efektif kala menghadapi Madrid dini hari nanti?



Di awal musim Allegri enggan mengubah formasi paten Juve warisan Antonio Conte, yakni 3-5-2. Inovasi yang diberikannya hanya dengan menarik posisi Carlos Tevez sedikit lebih ke dalam, agar mendapat ruang bebas lebih di lini depan. Segalanya berjalan baik di Serie A, tapi tidak di Liga Champions.

Formasi 3-5-2 lawas milik Juve mengedepankan possesion ball dengan persentase amat tinggi. Posisi antar lini para pemain juga begitu rapat sehingga lawan akan sangat sulit menembus pertahanan mereka. Sayangnya Tim Hitam-Putih terlampau kerap berputar-putar dan tak menemukan efisiensi dalam menyerang. Penyakit itu mulai tampak sedari musim lalu, manakala mereka gagal total di Liga Champions, meski memiliki rerata penguasaan bola tertinggi di grupnya hingga 58,7 persen. 

Segalanya semakin memuncak pada pertengahan musim ini. Juve terancam tak lolos dari babak fase grup karena dua kekalahan beruntun dari Atletico Madrid dan Olympiakos. “Kami mendapati dua kekalahan yang tidak pantas. Efisiensi jadi masalah utama kami, perubahan harus dilakukan untuk menanggulangi masalah itu,” tutur Allegri menanggapi sepasang kekalahan tersebut.

Salah satu alasan Allegri tidak bisa memaksimalkan formasi 3-5-2 terjadi karena absennya Andrea Barzagli, di sepanjang putaran pertama. Giorgio Chiellini  jadi kehilangan tandem lini bertahan, yang bertugas memberi perlindungan pada Leonadro Bonucci yang lebih berperan sebagai sweeper. Di sisi lain pelatih berusia 47 tahun itu juga butuh memaksimalkan peran empat gelandang kelas dunianya, yakni Arturo Vidal, Claudio Marchisio, Andrea Pirlo, dan Paul Pogba. Mencadangkan salah satu di antara keempatnya adalah sebuah kemudaratan. Pola 3-5-2 tak bisa mengakomodasi hal tersebut.

Titik balik kemudian dihadirkan Allegri pada matchday empat Liga Champions, menghadapi Olympiakos. Formasi anyar 4-3-1-2 dipilih, yang pada praktiknya bisa bertransformasi menjadi 4-4-2 pasif. Skema itu secara tegas menghapus peran Barzagli dan mengubah Bonucci menjadi bek tengah natural. 

Sementara Vidal, Marchisio, Pirlo, dan Pogba bisa dimainkan bersamaan, sebagai pengisi pos di lini tengah. Dalam prosesnya, Il Guerrero lebih diposisikan sebagai gelandang serang, menilik nalurinya dalam mencetak gol. Sementara Pogba yang didera cedera panjang, mampu digantikan dengan amat baik oleh gelandang anyar menjanjikan, Roberto Pereyra.

Hasilnya? Mengagumkan! Juve rasa baru hadir dengan permainan yang lebih kaya inovasi serangan, efektivitas yang jauh lebih tinggi, meski harus mengorbankan lini pertahanan. Secara statistik, pola itu dua kali lebih tajam namun tiga kali lebih rentan kebobolan dibanding skema 3-5-2. Satu yang pasti, konsistensi meraih kemenangan — berapapun skornya — jauh lebih terjaga.



Mulai nyaman dengan skema anyar 4-3-1-2, bukan berarti Allegri meninggalkan “identitas” timnya yang ada dalam formasi 3-5-2. Kembalinya Barzagli dari cedera pada putaran kedua musim ini menghadirkan solusi alternatif bagi sang allenatore. Formasi 3-5-2 bisa kembali dimaksimalkan untuk mencegah kejenuhan dan menghadirkan efek tidak terduga bagi lawan.

Namun secara cerdas, Allegri menerapkan 3-5-2 dengan gayanya sendiri. Lewat formasi tersebut, La Vecchia Omcidi tidak lagi unggul dalam penguasaan bola, gemar memainkan bola pendek yang atraktif, dan menyerang frontal dengan intensitas tinggi. Sebaliknya, 3-5-2 ala Allegri jauh lebih pragmatis, memainkan bola-bola diagonal, dan tentunya lebih mengedepankan serangan balik. 

Efisiensi peluang layaknya di formasi 4-3-1-2 tetap mampu diraih, meski fokus utamanya adalah mencegah untuk tidak kebobolan. Tengok saja, apa yang Juve lakukan terhadap Borussia Dortmund dan Lazio dengan skema 3-5-2 baru? Secara sederhana, jika ingin menyerang maka Juve akan menggunakan skema 4-3-1-2, sementara jika ingin bertahan maka 3-5-2 lah yang jadi andalan.

Menghadapi Real Madrid pada leg pertama di markas sendiri, Juve jelas membutuhkan gol kemenangan sebagai modal di leg kedua. Jika seperti itu, maka tak diragukan formasi 4-3-1-2 lah yang bakal diterapkan. Hal itu juga terpapar dari komentar Allegri jelang laga. “Saya tak memprediksi adanya clean sheet di kedua laga. Madrid adalah juara bertahan, jadi ini akan sangat menantang, tapi wajar jika mereka masih difavoritkan hingga babak ini. Kami siap mengambil peluang kami melawan tim hebat ini,” ungkapnya.

Sementara 3-5-2, mungkin akan diandalkan La Fidanzata d’Italia pada leg kedua nanti, guna menahan gempuran membabi buta Cristiano Ronaldo cs di Santiago Bernabeu.


Source: 7upAsia