7upasia.net

Dari rokok, bank, hingga kopi, sepak bola Indonesia dihadapkan babak baru urusan tajuk kompetisi. Untuk pertama kalinya, kasta tertinggi Tanah Air mendapat judul nama perusahaan ojek modern berbasis online. Go-Jek, kabarnya menggelontorkan Rp 100 miliar untuk itu.

Status Go-Jek sebagai sponsor utama kompetisi PSSI terungkap saat rapat sosialisasi Liga 1 Indonesia di Jakarta dua hari lalu. Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Berlinton Siahaan memberikan sinyal sudah menggaet perusahaan transportasi online Indonesia tersebut selama satu musim.

“Rencananya titel kompetisi Liga 1 menggunakan nama perusahaan itu,” beber Berlinton setelah sosialisasi tersebut.

Tak sedikit yang merasa aneh andai Go-Jek menjadi tajuk kompetisi yang semula diberi nama Liga 1 Indonesia. Keraguan bahkan datang dari tubuh PSSI sendiri. “Kalau bukan Liga 1 Go-Jek, ya, Liga Super Go-Jek nama kompetisinya nanti,” ungkap Yunus Nusi, ketua Komite Kompetisi PSSI.

Menurut Yunus, penamaan Go-Jek dalam titel kompetisi kurang sreg di sanubari. Karena itu, akan ada permintaan revisi dalam rapat yang kembali digelar Rabu (22/3) mendatang. Bukan tanpa alasan, Yunus menilai titel tersebut berpotensi menimbulkan gejolak. Hal itu tak lepas dari perseteruan antara Go-Jek dan sopir angkutan umum konvensional yang masih hangat di negeri ini.

“Kalau saya jadi sopir angkot, tentu akan membuat skenario di setiap pertandingan sepak bola. Misalnya tidak membawa penumpang yang ingin menonton kompetisi karena alasan nama liga. Kemungkinan itu pun terjadi di seluruh penjuru Tanah Air,” tuturnya memberi permisalan.

Langkah Go-Jek menjadi sponsor utama Liga 1 memang cukup mengejutkan. Pertanyaan turut mengemuka soal besaran dana yang digelontorkan untuk mendapat kompensasi tajuk kompetisi. Yunus buru-buru membantah ketika angka yang disebutkan media ini mencapai triliunan rupiah. “Enggak sampai, hanya berkisar Rp 100 miliar,” ungkapnya.

Pada era digital seperti sekarang, memang tidak menutup kemungkinan industri apapun mendanai kompetisi sepak bola. Dengan demikian, munculnya Go-Jek sebagai sponsor utama semestinya jadi hal lumrah.

Pengamat sepak bola yang juga wartawan olahraga senior Hardimen Koto menyebutkan, ‎soal Go-Jek bakal jadi nama kompetisi tidak perlu jadi persoalan. Banyak perusahaan besar yang tak bergerak di bidang olahraga, namun terjun menyuntik dana liga.

“Kalau bagi saya asyik-asyik saja. Justru kinerja marketing operator liga harus diapresiasi karena bisa dapat sponsor besar,” tutur Hardimen.

Sedangkan soal nama kompetisi, Hardimen merasa itu hanya persoalan persepsi. Jauh dari itu, nilai komersialnya lebih besar. “Jika tujuannya untuk kemajuan sepak bola Tanah Air, harus 100 persen didukung. Nanti pasti ada evaluasi. Semakin banyak sponsor juga semakin bagus,” tambahnya.

Masuknya Go-Jek sebagai sponsor utama semakin melengkapi perusahaan besar lokal yang berandil dalam sepak bola nasional. Sebut saja Bank Mandiri, Torabika, dan perusahaan lain di industri rokok.

Sesama pengamat sepak bola, Erwin Fitriansyah satu suara. Hal biasa dalam sepak bola sponsor utama dijadikan titel liga. “Respek saja dan ikuti bagaimana kompetisi berjalan. Lagi pula hanya sebuah titel, tidak berpengaruh besar untuk kualitas kompetisi. Kecuali memang dana yang diberikan sangat besar,” ucapnya.

Kompetisi menyesuaikan nama perusahaan tentu bukan hal baru. Dan selama ini, mendapat rekam jejak positif. Tak mengejutkan lantaran perusahaan yang menaungi kompetisi memang sudah berkompeten di bidang finansial. “Nah, kalau Go-Jek menarik untuk dinanti seperti apa andil besarnya. Semua pasti berharap lancar-lancar saja dari awal sampai akhir seperti sebelumnya sudah berjalan,” tuturnya.

Ditilik dari kekuatan finansial Go-Jek, Erwin optimistis banyak terobosan baru yang bisa memajukan sepak bola nasional. Terlebih untuk timnas.


Source: Berit7